Minggu, 31 Mei 2009

KAIDAH BERPOLITIK


Menjelang deklarasi capres dan cawapres baru-baru ini kita menyaksikan dagelan politik yang menyedihkan sekaligus memalukan. Setelah mengkritik habis, marah-marah, karena SBY akhirnya memilih Budiono sebagai cawapres, detik-detik akhir sejumlah partai akhirnya tetap bergabung ke kubu SBY. Jelas inkonsisten dan mencerminkan kuatnya magnet kekuasaan dalam politik kita.
Kita mengerti, kekuasaan itu menawarkan segala hal, terutama uang dan jabatan politik. Namun, kalau itu membuat kita plin-plan dan menggandaikan idiologi kita, tentu sangat kita sayangkan. Sebab, sikap Istiqamah untuk berpegang teguh pada kebenaran dan Ideologi Islam adalah hal penting bagi setiap Muslim, sekaligus kunci kemenangan dakwah.


Dengan sikap plin-plan seperti ini partai-partai telah memberikan sebuah edukasi politik terhadap rakyat, bahwa dalam berpolitik yang penting adalah KURSI, persoalan ideology tidak penting. Padahal Ideologi (mabda’) adalah prinsip penting yang menjadi pedoman dasar dan yang mengarahkan partai dan perjuangannya.
Dalam konteks perjuangan penegakan penegakan Syariah Islam, sikap plin-plan ini akan membuat umat bertanya-tanya. Begitu murahnya mabda’ (Ideologi) dibandingkan dengan KURSI? Sungguh berbahaya kalau umat kemudian menjadikan sikap plin-plan partai Islam menjadi sikap mereka. Bagaimana kita menginginkan umat bisa berpegang teguh dan kokoh pada Akidah dan Syariah Islam, sementara partai politik yang mengklaim menyerukan syariat Islam ternyata plin-plan?
Di sinilah, sangat penting untuk menyegarkan kaidah-kaidah berpolitik dalam Islam. Pertama : kaidah as-siyadah li asy syar’I; kedaulatan di tangan hokum syariah (Al Qur’am dan sunnah). Kaidah inilah yang paling utama. Seluruh aktivitas politik kita seharusnya berpedoman pada hukum Syariah. Apa saja yang dilarang Allah Swt harus kita tinggalkan. Sebaliknya, apa yang dia diperintahkan harus dengan segera kita laksanakan.
Terikat dengan hukum hukum syariah adalah prinsip penting, kaidah Ma la yudraku kulluhu la yutraku jalluhu dalam masalah ini tidak bisa digunakan. Kaidah ini tidak boleh membuat kita toleran dengan pelanggaran hukum syariah atau menjadi pembenaran untuk menunda kewajiban. Dala melaksanakan kewajiban dan menjauhkan larangan harus harus sesegera mungkin, tidak boleh ditunda-tunda, atau dilaksankan bertahap (tadarruj).(lihat QS Ali Imran [3]:133; Tafsir Al-Baghawi,II/103).
Apalagi kaidah hukum syariah bukanlah dalil. Yang menjadi dalilhanyalah Al Qur’an, As-Sunnah , Ijmak sahabat dan Qiyas Syar’i. Jadi, kalau sebuah Akidah menyebabkan pelanggaran terhadap hukum syariah (bertentangan dengan dalil Al-Quran dan As-Sunnah) berarti ada yang salah. Bisa jadi kaidahnya salah satu atau pnggunaannya yang keliru.
Kedua, Haytsuma yakunu as-syar’u takunu mashlahah; dimana ada hukum syariah di situ ada ada kemaslahatan. Kemaslahatan (kebaikan) adalah sesuatu yang kita peroleh setelah kita menjalankan hukum syariah. Sebaliknya, kemadaratan (bahaya, keburukan) akan kita peroleh kalau kita peroleh kalau kita melanggar hukum syariah. Bukan sebaliknya.
Sahabat telah memberikan contoh kepada kita. Rafi’ bin Khadij berkata, pamannya berkata ketika Rasul saw melarang mereka dari muzara’ah/mukhabarah, yaitu menyewakan laha pertanian. “Rasulullah saw, telah melarang kami dari satu perkara yang bermanfaat bagi kami, tetapi ketaatan kepada Allah dan Rasul-nya lebih bermanfaat bagi kami.”(HR.Muslim,Abu Dawud An-Nasa’I dan Ahmad).
Menjadikan kemaslahatan sebagai panglima dalam politik sangat berbahaya. Apapun bisa dibenarkan dengan alasan kemaslahatan meskipun bertentangan dengan hukum syariah. Kalau kita bergabung dengan pemerintah sekular yang tidak menjalankan syariah Islam, ka nada manfaatnya: kita bisa mendapatkan fasilitas ekonomi, beberapa kepentingan umat Islam bisa kita capai, dan lain-lain. Pernyataan seperti ini tertolak dalam pandangan hukum syariah. Imam Ibnu Katsir, saat menafsirkan surat Ali Imran [3]: ayat 104, mengutip riwayat dari Abu Ja’far Al-Baqir, bahwa Rasulullah saw saat membaca ayat tersebut bersabda,” Al-Khayr (kebaukan) adalah mengikuti Al Qur’an dan Sunnahku.
Menjadikan kemaslahatan sebagai panglima politik jugamembuat kita plin-plan dan istiqamah. Sebab, penilaian kemaslahatan politik, kalau berdasarkan akal manusia, pasti berbeda-beda dan berubah-ubah mengikuti perkembangan politik. Inilah yang membuat menapa partai-partai Islam tampak kebingungan untuk megambil sikap dalam politik. Kita akan konsisten dan tegas, tidak bingung kalau kita menjadikan hukum syariah sebagai panglima politik kita.
Ketiga, al-ghayah la tbarriru al-washillah; tujuan tidak boleh menghalalkan segala cara. Ini sangat berbeda dengan kaidah berpolitik dalam sistem kapitalis. Dalam prinsip politik kapitalis, segala cara boleh dilakukan asal bisa mencapai tujuan (the end justifies the means). Inilah prinsip rumusan Niccolo Machiaveli dlm karyanya The Prince (abad ke-16). Tidak heran kalau dalam iklim berpolitik seperti ini, tipu-menipu, penghianatan serta saling menjatuhkan dan menghancurkan dalam berpolitik menjadi biasa.
Dalam islam, seluruh perbuatan ita harus terikat dengan hukumsyariah baik dalam hal pemikiran(fikrah), tujuan (ghayah), metode (thariqah) sampai pada tingkat strategi yang teknis (uslub). Pernyataan ,”Ini kan hanya strategi dala politik,” adalah tertolak jika bertentangan dengan syariah atau melanggar yang haram. Karena itu. Tidak boleh membenarkan pemimpin wanita dalam pemerintahan, berkoalisi dengan partai sekuler, menyembunyikan kewajiban menegakkan syariah Islam dan Negara Islam, dengan alasan itu sekedar strategi politik.
Kemenangan dari Allah Swt,hanya akan kita peroleh kalau kita berhukum dengan hukum syariah. Mustahil dengan strategi yang melanggar hukum syariah kemenangan hakiki berupa tegaknya kekuasaan Islam untuk menjalankan syariah Islam secara kaffah (menyeluruh) akan tercapai.
Ya Allah kami telah menyampaikan ajaranmu, berikanlah kepada kami kemudahan/ kekuatan agar ajaran-ajaranmu dapat diterapkan di muka bumi ciptaanmu ini….Ya Allah kabulkan lah permohonan kami sebagaimana mudahnya Engkau mengatur puluhan ribu planet di alam semesta ini……Amien…………….


Comments :

0 komentar to “KAIDAH BERPOLITIK”

 

Copyright © 2009 by Tiada Kemulian Tanpa Islam